Pelayanan Publik di Reformasi Birokrasi Periode Ketiga (2024)

Pelayanan Publik di Reformasi Birokrasi Periode Ketiga (1)

Zayanti Mandasari (Asisten Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Kalsel)


SHARE

Reformasi birokrasi bukan merupakan bahasan barudalam konteks penyelenggaraan pemerintah. Secara umum, reformasi birokrasidigadang-gadang sebagai supaya melakukan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraanpemerintah. Tujuannya tentu untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yangbaik, atau dikenal dengan istilahgoodgovernance.

Semangat perubahan dalam kerangkareformasi birokrasi terus digaungkan oleh pemerintah. Jika dilihat pada PerpresNo. 81 Tahun 2010 tentangGrand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025,agenda reformasi birokrasi dirancang sedemikian rupa dan dilakukan dalambeberapa periode agar setiap periode dapat terus dilakukan evaluasidan perbaikan, sehingga diharapkan di tahun 2025, visi pemerintah menjadi pemerintahanberkelas dunia dapat terwujud.

Berdasarkan rancangan dan tahapanGrandDesign Reformasi Birokrasi 2010-2025 di atas, maka terdapat 3 periodereformasi birokrasi. Pertama di tahun 2010-2014, kedua tahun 2015-2019, danketiga tahun 2020-2024. Sehingga saat ini, kita tengah menjalani periode ketigapelaksanaan reformasi birokrasi. Lantas bagaimana fokus pemerintah dalam upayameningkatkan kualitas pelayanan publik di periode ketiga ini?

Reformasi birokrasi periode ketigadilaksanakan berdasarkan Permenpan-RB No.26 Tahun 2020 Tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan ReformasiBirokrasi. Setidaknya terdapat 8 area perubahan reformasi birokrasi yang harusdilakukan untuk mewujudkan pemerintahan berkelas dunia. Antara lain melakukan manajemenperubahan, deregulasi kebijakan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tatalaksana, penataan sumber daya manusia aparatur, penguatan akuntabilitas, penguatanpengawasan dan peningkatan pelayanan publik. Terlihat pelayanan publik masihmenjadi fokus pemerintah dalam konteks reformasi birokrasi periode ini.

Salah satu fokus pelayanan publik dalamtahap reformasi birokrasi ketiga ini adalah peningkatan kualitas pelayananpublik, yang tujuannya tentu saja untuk mewujudkan pemerataan kualitas di semua tingkatanpenyelenggara pelayanan publik, baik pada level kementerian/lembaga, pemerintahdaerah.Peningkatan kualitas pelayanan publik tersebut harus sesuaikebutuhan dan harapan masyarakat. Karena setidaknya terdapat tiga target dalam Permenpan-RBNo.26 Tahun 2020. Pertama,mewujudkan pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah, lebihaman, dan lebih mudah dijangkau).Kedua,meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standardisasi pelayanan, danketiga, meningkatnya indeks kepuasanmasyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik oleh masing-masing penyelenggaradi semua level, baik kementerian/lembaga, hingga pemerintah daerah. Lantasbagaimana langkah untuk mewujudkan tiga target peningkatan kualitas pelayananpublik tersebut?

Target pertama adalah mewujudkan kualitas pelayananpublik yang lebih cepat, lebih murah, lebih aman, dan lebih mudah dijangkau.Ini dapat diwujudkan dengan beberapa alternatif, misalnya untuk layanan yanglebih cepat, proses pendaftaran, mulai dari antrian, hingga memasukkan berkasdapat dilakukan secaraonline,sehingga jika memang diperlukan untuk datang langsung adalah hanya pada tahapverifikasi berkas saja. Bahkan hasil akhir layanan publik, misal dalam bentukdokumen dapat diantar langsung ke alamat yang pengguna layanan. Sehingga takbanyak menyita waktu untuk mengakses layanan.

Sebenarnya model seperti initelah dilakukan dibeberapa instansi penyelenggara layanan. Namun hingga tahun2020, masih terlihat pelaksanaannya belum merata di semua lini layanan publik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya laporan dalam kategori dugaan maladministrasipenundaan berlarut. Di Ombudsman Kalsel misalnya, laporan penundaan berlarutatas layanan, berulang kali masuk, bahkan hampir setiap bulan datang laporandengan ketegori tersebut. Uniknya lagi, laporan penundaan berlarut tersebutdidominasi untuk satu substansi layanan, yakni pertanahan: layanan yang diselenggarakanoleh kantor pertanahan yang merupakan bagian dari instansi vertikal(Kementerian Agraria/BPN. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa pada levelkementerian/instansi vertikal pun masih belum selesai dengan target mewujudkanpelayanan cepat tersebut.

Alternatif lain juga dapat dilakukandengan mendekatkan layanan kepada masyarakat, baik melalui UPT, mobil layanan,atau corner layanan. Hal ini juga sudah dilakukan beberapa instansi pelayanansebagai salah satu inovasi dalam rangka meningkatkan performa layanankepada masyarakat. Namun lagi-lagi belum semua instasni penyelenggara menyadaripentingnya hal ini dilakukan. Hingga saat ini masih banyak penyelenggaralayanan yang "terlanjur nyaman" dengan pola kerjanya, dikantor, bersifat pasif,hanya menunggu pengguna layanan. Belum lagi di masa Pandemi Covid-19, masyarakatmasih terkendala untuk mendapatkan pelayanan yang mudah dijangkau. Seperti yangdilihat langsung oleh Ombudsman Kalsel, salah satu UPT Disdukcapil di masa pandemitidak memberikan pelayanan secara tatapmuka, hanya dilakukan melaluicall center(untuk menanyakan layanan) danwhatsApp(untuk mengirim berkas persyaratan), namun tidak diinformasikan secara baik kepadamasyarakat. Terbukti masih banyaknya masyarakat yang datang ke UPT karena inginmengakses layanan, namun tidak ada seorang pegawai pun yang dapat dimintaiinformasi.

Inovasi layanan melalui digital ataupun berbasisonlinememang bagi sebagian kalangandapat memudahkan dan mempersingkat waktu. Namun bagi kalangan lain yang tidakmempunyaismart phone, hal ini akanmenyulitkan bahkan menghambat hak masyarakat untuk mengakses layanan. Bayangkansaja, untuk mengurus Kartu Keluarga misalnya, berkas persyaratan harusdikirimkan melaluiwhatsApp,sem*ntaramasyarakat tidak mempunyainya tentu akan menjadi sulit. Ironisnya pihakpenyelenggara tidak memberikan alternatif atas layanan tersebut.

Kedua, target untuk meningkatkanjumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi pelayanan dapat dilakukandengan memenuhi komponen standar pelayanan sebagaimana UU No. 25 Tahun 2009tentang Pelayanan Publik. Dalam lampiran Permenpan-RB No.26 Tahun 2020,dijabarkan bahwa ukuran keberhasilan yang digunakan sebagai hasil antara, peningkatankualitas pelayanan publik berjalan dengan baik di kementerian/lembaga/pemerintahdaerah adalah dengan Penilaian Tingkat Kepatuhan Terhadap Standar PelayananPublik Sesuai Undang-undang 25 Tahun 2009. Hingga saat iini, nampaknya lembagayang fokus untuk melakukan penilaian tingkat kepatuhan terhadap standarpelayanan publik tersebut adalah Ombudsman RI. Penilaian bahkan telah dilakukanOmbudmsan sebelum terbit Permenpan-RB No.26 Tahun 2020 tersebut, mengingat penilaiankepatuhan sebagai salah satu konsen Ombudsman untuk terus mengawal terwujudnyapelayanan publik yang berkualitas dan tentunya telah memenuhi dan menerapkankomponen standar layanan sebagaimana UU Pelayanan Publik.

Jika dilihat dari hasil penilaiankepatuhan tersebut, tentu terdapat peningkatan di tiap tahunnya, bahkancenderung ada penambahan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi objekpenilaian. Seperti data yang dilansir melaluiwebsite Ombudsman (20/11/2019), SurveiKepatuhan tahun 2019, dilakukan terhadap 4 kementerian, 3 lembaga, 6 pemerintahprovinsi, 36 pemerintah kota dan 215 pemerintah kabupaten. Namun pertanyaannya, apakah semua Kementerian/Lembaga/PemerintahDaerah telah patuh terhadap UU Pelayanan Publik, khususnya pada pemenuhankomponen standar layanan? Jawabannya belum semua patuh. Hal ini terlihat darimasih bermacam warna (Hijau: Kepatuhan Tinggi, Kuning: Kepatuhan Sedang, danMerah: Tidak Patuh) yang disematkan pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yangmenjadi objek penilaian kepatuhan Ombudsman RI.

Bahkan pernah terjadi di Kalsel, tepatnyapada Kabupaten Banjar, dimana dua tahun berturut-turut menjadi objek penilaian kepatuhan,namun hanya memperoleh Tingkat Kepatuhan Sedang. Di tahun ketiga barulahmendapatkan predikat Kepatuhan Tinggi. Hal ini menunjukkan bukan perkara mudahuntuk menyadarkan dan mengajak semua perangkat daerah untuk melaksanakankewajiban sebagaimana UU Pelayanan Publik dalam konteks memenuhi komponenstandar layanan. Padahal tujuan dilengkapinya adalah untuk memberikan kepastiankepada masyarakat dalam mengakses layanan di sebuah instansi layanan, jugasebagai "penjaga" penyelenggara dari tuduhan bekerja tak profesional, karenapenyelenggara sudah bekerja berdasarkan standar operasional yang berlaku,dimana standar operasional merupakan salah satu komponen yang harus dipenuhioleh penyelenggara pelayanan publik. Sehingga perlu digaungkan kembali pentingnyapemenuhan komponen standar layanan sebagaimana UU Pelayanan Publik tersebut agar seluruh penyelenggara layanan dapat mencapai tingkat Kepatuhan Tinggi,yang harapannya berimbas pada pemenuhan hak masyarakat dalam pelayanan publik.

Ketiga, target meningkatnya indekskepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik olehmasing-masing penyelenggara. Target ini sebenarnya dapat dikatakan sebagaigoals akhir pelaksanaan pelayananpublik. Karena pada hakikatnya penyelenggaraan pelayanan publik adalah untukmasyarakat. Lantas apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan indeks kepuasan mayarakat tersebut? Tentu yang harus dilakukan adalah memperbaiki citra layanan,baik dari segi tampilan layanan, juga sikap pemberi layanan. Penilaian acapkalidilakukan secara konvensional, kebanyakan dengan mengisi formulir kepuasanpelanggan. Namun telah banyak instansi penyelenggra pelayanan publik yang telahmelakukan survei kepuasan masyarakat melalui media digital. Yang menjadi titiktekan pada target ini adalah bukan bagaimana metode menjaring kepuasan masyarakatterhadap layanan. Namun yang menjadi penting adalah setelah didapat hasilsurvei kepuasan masyarakat, hasil tersebut harus dilakukan evaluasi secaaraberkesinambungan, sehingga perbaikan layanan terus berjalan dan meningkat dengan memperhatikan masukan/kritik yang disampaikan masyarakat melalui surveikepuasan masyarakat tersebut.

Selain dilakukan evalusi terhadap hasil dan upaya perbaikan berdasarkan hasil evaluasi tersebut, juga perlu publikasiyang masif terhadap hasil survei kepuasan masyarakat tersebut, sehingga dapatdiakses secara terbuka oleh siapapun. Dengan harapan jika beberapa hal tersebutterus dilakukan secara berkesinambungan, akan terwujud kepuasan masyarakatterhdap layanan dalam bentuk indeks persepsi kualitas pelayanan dengan hasilmaksimal (amat baik), yang berbanding lurus dengan perbaikan dan peningkatan kualitaspelayanan publik pada instansi penyelenggara pelayanan publik.


Loading...

Pelayanan Publik di Reformasi Birokrasi Periode Ketiga (2024)
Top Articles
Latest Posts
Article information

Author: Kieth Sipes

Last Updated:

Views: 6476

Rating: 4.7 / 5 (47 voted)

Reviews: 86% of readers found this page helpful

Author information

Name: Kieth Sipes

Birthday: 2001-04-14

Address: Suite 492 62479 Champlin Loop, South Catrice, MS 57271

Phone: +9663362133320

Job: District Sales Analyst

Hobby: Digital arts, Dance, Ghost hunting, Worldbuilding, Kayaking, Table tennis, 3D printing

Introduction: My name is Kieth Sipes, I am a zany, rich, courageous, powerful, faithful, jolly, excited person who loves writing and wants to share my knowledge and understanding with you.